SUJA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafi Gumay, memastikan, tidak ada masalah dengan surat cuti calon presiden, Joko Widodo, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sehingga KPU meloloskan Joko Widodo sebagai salah satu peserta pemilihan presiden 2014.
"Kalau KPU memutuskan tentu kami yakin karena tidak ada masalah dong. Surat cuti, pemberhentian sementara sudah," kata Hadar di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Juni 2014.
Hadar menuturkan, dasar KPU meloloskan Joko Widodo itu karena ada surat ijin pemberhentian sementara sebagai gubernur DKI Jakarta dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Kata dia, KPU tidak mempermasalahkan kapan cuti itu keluar dan yang paling penting adalah hasil akhirnya surat cuti itu keluar.
"Yang penting kan ada suratnya, sudah diterima dan sudah saya baca. Kalau prosesnya di pemerintahan, kami kan terima hasil akhirnya, paling penting dikeluarkan atau tidiak oleh presiden dan akhirnya dikeluarin (surat cutinya) dan akhirnya diserahkan ke kami," katanya.
Disampaikan Hadar, karena berdasarkan surat dari atasan Joko Widodo itulah sehingga KPU berani meloloskan Joko Widodo sebagai peserta pemilihan presiden. Kata dia, apabila surat dari presiden itu sudah turun berarti memang sudah memenuhi syarat.
"Yang penting ada surat dari atasannya (presiden), untuk memberikan cutinya, dan yang keluar pemberhentian sementara. Itu sebelum pendaftaran," ucap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Aliansi Advokat Merah Putih menggugat keabsahan Pencapresan Joko Widodo sebagai calon Presiden, Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Aliansi Advokat Merah Putih, Suhardi, dalam konferensi pers yang diadakan di Rumah Polonia, Jakarta Timur.
Suhardi mengatakan bahwa pencapresan Joko Widodo melanggar Undang-Undang nomor 42 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Pencapresan tersebut juga melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2009 tentang Tata Cara Bagi Persiapan Negara dalam melaksanakan kampanye pemilihan umum dan juga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor. 13 Tahun 14 tentang tata cara pengajuan cuti bagi kepala daerah dalam melaksanakan kampanye pemilu, dan permohonan izin bagi kepala daerah yang dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden.
Menurut Suhardi, berdasarkan pasal 10 Peraturan Mendagri ayat (1), Kepala Daerah atau Gubernur yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus menyampaikan surat permohonan izin kepada Presiden paling lambat 7 hari sebelum didaftarkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik.
Berdasarkan hukum seharusnya, dalam jangka waktu 7 hari sebelum mendaftarkan di KPU, Joko Widodo wajib terlebih dahulu meminta izin kepada Presiden. Dalam kenyataannya, tidak demikian. Ternyata Joko Widodo meminta izin kepada Presiden 6 hari sebelum mendaftar di KPU. Tepatnya pada hari Selasa tanggal 13 Mei 2014.
Jadi secara hukum, selisih satu hari terhitung tanggal 19 Mei 2014, merupakan pelanggaran hukum yang bersifat formil, yang dapat mengakibatkan batalnya pencalonan Joko Widodo.
Dengan demikian maka KPU wajib segera mengganti calon presiden Joko Widodo yang telah diusung oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) beserta partai-partai koalisi lainnya. Dengan calon presiden lainnya yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan hukum yang sah dan berlaku.
Perkara ini telah didaftarkan di Tata Usaha Negara No 116/G/2014 PPUN Jakarta tertanggal 9 Juni 2014. Dengan obyek sengketa Surat KPU No. 53/KPPS/KPU/2014 tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, tanggal 31 Mei 2014 tentang akta penetapan Joko Widodo sebagai calon Presiden. (adi)
"Kalau KPU memutuskan tentu kami yakin karena tidak ada masalah dong. Surat cuti, pemberhentian sementara sudah," kata Hadar di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Juni 2014.
Hadar menuturkan, dasar KPU meloloskan Joko Widodo itu karena ada surat ijin pemberhentian sementara sebagai gubernur DKI Jakarta dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Kata dia, KPU tidak mempermasalahkan kapan cuti itu keluar dan yang paling penting adalah hasil akhirnya surat cuti itu keluar.
"Yang penting kan ada suratnya, sudah diterima dan sudah saya baca. Kalau prosesnya di pemerintahan, kami kan terima hasil akhirnya, paling penting dikeluarkan atau tidiak oleh presiden dan akhirnya dikeluarin (surat cutinya) dan akhirnya diserahkan ke kami," katanya.
Disampaikan Hadar, karena berdasarkan surat dari atasan Joko Widodo itulah sehingga KPU berani meloloskan Joko Widodo sebagai peserta pemilihan presiden. Kata dia, apabila surat dari presiden itu sudah turun berarti memang sudah memenuhi syarat.
"Yang penting ada surat dari atasannya (presiden), untuk memberikan cutinya, dan yang keluar pemberhentian sementara. Itu sebelum pendaftaran," ucap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Aliansi Advokat Merah Putih menggugat keabsahan Pencapresan Joko Widodo sebagai calon Presiden, Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Aliansi Advokat Merah Putih, Suhardi, dalam konferensi pers yang diadakan di Rumah Polonia, Jakarta Timur.
Suhardi mengatakan bahwa pencapresan Joko Widodo melanggar Undang-Undang nomor 42 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Pencapresan tersebut juga melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2009 tentang Tata Cara Bagi Persiapan Negara dalam melaksanakan kampanye pemilihan umum dan juga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor. 13 Tahun 14 tentang tata cara pengajuan cuti bagi kepala daerah dalam melaksanakan kampanye pemilu, dan permohonan izin bagi kepala daerah yang dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden.
Menurut Suhardi, berdasarkan pasal 10 Peraturan Mendagri ayat (1), Kepala Daerah atau Gubernur yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden harus menyampaikan surat permohonan izin kepada Presiden paling lambat 7 hari sebelum didaftarkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik.
Berdasarkan hukum seharusnya, dalam jangka waktu 7 hari sebelum mendaftarkan di KPU, Joko Widodo wajib terlebih dahulu meminta izin kepada Presiden. Dalam kenyataannya, tidak demikian. Ternyata Joko Widodo meminta izin kepada Presiden 6 hari sebelum mendaftar di KPU. Tepatnya pada hari Selasa tanggal 13 Mei 2014.
Jadi secara hukum, selisih satu hari terhitung tanggal 19 Mei 2014, merupakan pelanggaran hukum yang bersifat formil, yang dapat mengakibatkan batalnya pencalonan Joko Widodo.
Dengan demikian maka KPU wajib segera mengganti calon presiden Joko Widodo yang telah diusung oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) beserta partai-partai koalisi lainnya. Dengan calon presiden lainnya yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan hukum yang sah dan berlaku.
Perkara ini telah didaftarkan di Tata Usaha Negara No 116/G/2014 PPUN Jakarta tertanggal 9 Juni 2014. Dengan obyek sengketa Surat KPU No. 53/KPPS/KPU/2014 tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, tanggal 31 Mei 2014 tentang akta penetapan Joko Widodo sebagai calon Presiden. (adi)