01/03/14
Broken Home Jadi Motivasi Riesy Berprestasi
JAKARTA - Kebanyakan, keharmonisan keluarga berbanding lurus dengan prestasi akademik anak di sekolah atau kampus. Kondisi keluarga yang broken home biasanya berdampak pada menurunnya nilai dan prestasi akademis anak.
Namun, anggapan tersebut berhasil dipatahkan oleh Reisy Tane. Mahasiswa S-1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) itu bertekad membalikkan anggapan miring masyarakat tentang dampak negatif keluarga broken home terhadap anak.
Penerima beasiswa bidikmisi angkatan pertama itu mengaku, kedua orangtuanya berpisah sejak dia duduk di bangku SMP. Bahkan, sejak kecil, Riesy selalu tinggal dengan kakek dan neneknya di Payakumbuh.
Tidak ada anak yang menginginkan keluarganya berantakan. Demikian pula Riesy. Kenyataan perpisahan kedua orangtuanya selalu disimpan rapat-rapat lantaran merasa malu kepada teman-temannya.
"Sempat down dan tidak mau cerita kepada siapa-siapa karena malu dengan keadaan orangtua saya. Tapi kemudian saya sadar, dengan kondisi orangtua seperti itu, saya harus sukses. Jangan sampai anak broken home hanya dilihat tidak ada nilai positif. Saya ingin memutarbalikkan anggapan tersebut," tutur Riesy kepada Okezone, dalam acara gladiresik Silahturahim Nasional Bidik Misi 2014, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2014) malam.
Bukan omong kosong, tekad Riesy pun dibuktikan lewat prestasi. Sejak semester satu, dara kelahiran Payakumbuh, 1 Maret 1992 itu selalu menghadiahkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna, yakni 4,00 kepada keluarganya.
"Saya tidak ada rencana untuk mendapatkan nilai itu. Pertama dapat nilai IPK 4,00 di semester satu, teman-teman sekelas termasuk saya kaget. Karena saya satu-satunya yang mendapat nilai 4,00. Tapi dari situ saya justru terpacu untuk terus dapat nilai 4,00 setiap semester," jelasnya sembari tersenyum.
Menurut Riesy, keuletannya membaca buku-buku penunjang materi kuliah menjadi salah satu kunci sukses meraih IPK sempurna. Dia merasa, penjelasan dari dosen di kelas akan terasa lebih sempurna jika didukung oleh buku-buku pustaka yang menjadi acuan mata kuliah tersebut.
"Saya orangnya ambisius dan senang otodidak. Dosen hanya menjelaskan garis besar jadi saya selalu pinjam buku pustaka. Mungkin saya jadi pelanggan utama perpustakaan," papar Riesy sambil tertawa.
Awalnya, sulung dari dua bersaudara itu bercita-cita ingin menjadi dokter. Sayang, lewat jalur PMDK kala itu, pilihan pertama Riesy, yakni Kedokteran Universitas Andalas (Unand) tidak lolos. Secara ikhlas, dia pun menekuni kuliah ilmu keperawatan dan bertekad lulus dengan nilai sempurna.
"Cita-cita ingin jadi dokter tapi saya mulai mencintai keperawatan. Sebab, buat apa saya memaksakan sesuatu yang memang tidak ditakdirkan? Harapan saya, saat wisuda IP tetap 4,00 jadi bisa berpidato di depan rektor dan teman-teman lain bahwa perawat yang hanya dipandang sebagai pembantu rektor juga bisa berprestasi," tutupnya.(okezone/27/2/14)
-Media Baca Hiburan Online-